Beranda | Artikel
Jalinan Ukhuwwah Tanpa Menggadaikan Aqidah
Sabtu, 19 Maret 2011

JALINAN UKHUWWAH TANPA MENGGADAIKAN AQIDAH

Jalinan ukhuwwah (persaudaraan) antara sesama Muslim sangat berperan dalam membangun persatuan Islam. Pagi-pagi benar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan perhatian terhadap masalah ini setibanya di kota Madinah. Dalam rangka meretas jalan ke arah sana, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memaparkan sekian banyak hak yang harus ditunaikan seorang Muslim kepada saudaranya seiman. Saling menghormati, membantu yang papa, mengingatkan yang salah dengan cara yang tepat, memenuhi hak-hak persaudaraan termasuk contoh kongkritnya. Masih banyak konsekuensi ukhuwwah lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu secara rinci di sini. Dari sinilah harapan kokohnya pertautan dan eratnya hubungan antara mereka akan terwujud.

Akan sangat indah bila di tengah kaum Muslimin terbentuk semangat îtsâr (lebih mengutamakan kepentingan orang lain) tanpa pamrih duniawi apapun saat meringankan beban orang yang kesulitan. Akan sangat indah jika setiap insan Muslim sangat akrab dengan sesama Muslim, kendatipun mereka tidak terkait  sama sekali dengan hubungan darah, pekerjaan maupun perniagaan. Akan sangat indah sebuah masyarakat Muslim bila kesombongan, hasad, kebencian telah memudar dari hati mereka dan tergantikan oleh saling mencinta dan menyayangi sesama serta menyukai apa yang disukai oleh orang lain.

Menjalin tali persaudaraan dengan sesama Muslim kerap didengungkan oleh banyak pihak, baik dari kalangan kepartaian, pergerakan atau organisasi sosial lain serta pihak-pihak yang sangat berkepentingan dengan merapatnya kaum Muslimin sebanyak-banyaknya di pihak mereka. Isu ukhuwwah Islamiyah pun digulirkan untuk berbagai kepentingan duniawi. Ujung-ujungnya, dalam konteks kepartaian misalnya, agar jumlah simpatisan bertambah banyak dan sebagai dampak ‘positifnya’ perolehan suara pun kian menggelembung. Otomatis kursi di dewan perwakilan bertambah pula.

Manakala sasarannya duniawi, maka aturan-aturan syar’i pun kurang diperhatikan. Siapapun boleh bergabung dan berlabuh, demi peningkatan jumlah suara. Bagi orang yang berakidah menyimpang dengan mengatakan Allah Azza wa Jalla di mana-mana, atau orang yang suka meminta-minta kepada orang yang telah mati, orang fasik dengan kemaksiatannya, selebritis, pelaku bid’ah yang sebenarnya secara implisit telah menganggap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam belum menyampaikan tugas dengan sempurna, semuanya dibukakan pintu lebar-lebar. Termasuk bagi orang kafir sekalipun yang ingkar kepada Allah Azza wa Jalla dan syariat-Nya. Wallâhul Musta’ân. Itulah gambaran pembentukan ukhuwwah Islamiyyah yang carut marut atas dasar semau gue. Padahal dapat diyakini, mereka tidak akan dapat mengharapkan persaudaraan dari orang yang telah menuduh ibunya dengan perbuatan-perbuatan yang tak senonoh. Sementara orang yang tidak menghormati Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya malah diterima.

Bergaul dengan siapa saja boleh, akan tetapi bagi yang masih lemah iman dan dangkal keyakinan tidak boleh berdekat-dekatan dengan orang-orang yang justru akan membahayakan keyakinannya. Menjalin ukhuwwah dengan siapa saja silahkan, namun tidak dengan menggadaikan aturan Islam. Apalagi bila motivasinya sekedar mencari kawan semata, bukan dalam rangka mendakwahinya atau menegakkan amar ma’rûf nahi mungkar.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menceritakan betapa ukhuwwah yang berlandaskan cinta  dan benci karena Allah Azza wa Jalla , tanpa pamrih duniawi apapun akan menghasilkan kecintaan Allah Azza wa Jalla bagi bagi seorang Muslim. Dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah , Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam   bersabda:

أَنَّ رَجُلاً زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ لَهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ قَالَ هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لاَ غَيْرَ أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ بِأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ

Ada seorang lelaki mengunjungi kawannya di kampung lain. Kemudian Allah Azza wa Jalla mengutus malaikat untuk mengintai perjalanannya. Kemudian malaikat itu mendatanginya lalu berkata: “Kemana engkau akan pergi”?. Ia menjawab: “Saya ingin mengunjungi saudaraku di kampung ini.” Sang malaikat bertanya: “Apakah ada tanggungan yang mesti engkau bayarkan kepadanya?” . Ia menjawab: “Tidak. Saya mengunjungi tiada lain karena aku mencintainya karena Allah Azza wa Jalla”. Sang malaikat kemudian mengatakan: “Sesungguhnya aku ini utusan Allah Azza wa Jalla , ingin mengabarkan bahwa Allah Azza wa Jalla telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai orang itu karena-Nya.” [HR. Muslim no. 4656]

Semoga Allah Azza wa Jalla memudahkan jalan bagi kaum Muslimin menuju persatuan dan persaudaraan di dalam cinta-Nya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIII/1433H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3012-jalinan-ukhuwwah-tanpa-menggadaikan-aqidah.html